Diksi & Seni Bahasa
KBMN Gelombang ke-28
Resume : 18
Moderator : Widya Arema
Narasumber : MayDearly
Kegiatan KBMN malam ini sudah memasuki pertemuan ke-18, Alhamdulillah masih tetap semangat dan tentunya motivasi dalam diri masih terpatri, Kegiatan malam ini tetap berjalan dengan baik, narasumber malam ini adalah Ibu MayDearly beliau adalah guru di SMPN Lebakgedong Kabupaten Lebak. beliau juga sebagai penulis yang sudah membuahkan karya beberapa diantaranya adalah 10 buku antologi, 2 buku kurator " Jejak Pena Pengembara Aksara "
dan "Kisah Para Pendaki Mimpi" , Buku Duo "Literasi Digital untuk Abad 21" bersama Prof.Eko Indrajit, Buku Solo "Trik Jitu Menjadi Penulis Millenial", buku solo "Episode 1 Januari 2020 dalam Kenangan",dan buku solo "Catatan Inspiratif".
Berikut adalah paparan pemateri dalam kelas belajar menulis malam ini :
Pengertian Diksi atau Pilihan Kata
Diksi berasal dari bahasa Latin dictionem. Kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi diction yang berarti pilihan kata. Pilihan kata untuk menuliskan sesuatu secara ekspresif, sehingga tulisan tersebut memiliki ruh dan karakter kuat, mampu menggetarkan atau mempermainkan pembacanya.
Diksi adalah pilihan kata dalam tulisan yang biasa digunakan untuk menggambarkan cerita atau memberi makna suatu sesuai dengan keinginan penulis.
Diksi atau pilihan kata yang digunakan dalam melakukan retorika tidak hanya memperhatikan ketepatan pemakaian kata, tetapi juga harus memperhatikan apakah kata yang dipakai dapat diterima atau tidak merusak suasana yang ada.
Mengapa Diksi begitu Penting?
Diksi begitu penting dalam kajian sebuah bahasa, karena banyak keindahan atas sebuah kata yang tak tereja oleh bibir.
Diksi bak pijar bintang di angkasa yang menunjukan dirinya dengan kilauan, mempesona, dan tidak membosankan.
Sulitkah Berdiksi?
Berdiksi itu mudah, tulislah apa yang kita lihat, apa yang kita rasakan, dan apa yang kita dengarkan. Libatkan 5 macam panca indera kita.
Libatkan 5 macam panca indera kita.
1. Sense of Touch adalah menulis dengan melibatkan indera peraba. indra peraba dapat digunakan untuk memperinci dengan apik tekstur permukaan benda, atau apapun. Penggunaan indra peraba ini sangat cocok untuk menggambarkan detail suatu permukaan, gesekan, tentang apa yg kita rasakan pada kulit. Aplikasi indra peraba ini juga sangat tepat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak terlihat, seperti angin misalnya. Atau, cocok juga diterapkan untuk sesuatu yang kita rasakan dengan menyentuhnya, atau tidak dengan menyentuhnya.
Contoh:
Pada pori-pori angin yang dingin, aku pernah mengeja rindu yang datang tanpa permisi
2. Sense of Smell adalah menulis dengan melibatkan indra penciuman hal ini akan membuat tulisan kita lebih beraroma. Tehnik ini akan lebih dahsyat jika dipadukan dengan indra penglihatan.
Contoh:
Di kepalaku wajahmu masih menjadi prasasti, dan aroma badanmu selalu ku gantungkan dilangit harapan
3. Sense of Taste adalah menulis dengan melibatkan indra perasa. Merasakan setiap energi yang ada di sekitar kita. Penggunaan indra perasa sangat ampuh untuk menggambarkan rasa suatu makanan, atau sesuatu yg tercecap di lidah.
Contoh:
Ku kecup rasa pekat secangkir kopi di tangan kananku, sembari ku genggam Hp tangan kiriku. Telah terkubur dengan bijaksana, dirimu beserta centang biru, diriku bersama centang satu.
4. Sense of Sight adalah menulis dengan melibatkan indra penglihatan memiliki Prinsip “show, don’t tell". Selalu ingat, dalam menulis, cobalah menunjukkan kepada pembaca (dan tidak sekadar menceritakan semata). Buatlah pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang tengah kita ceritakan. Buat mereka seolah bisa menonton dan membayangkannya. Prinsip utama dan manjur dalam hal ini adalah DETAIL. Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya, ukurannya, umurnya, kondisinya.
Contoh
Derit daun pintu mencekik udara ditengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu hanya sebagai lamunan
5. Sense of hearing adalah menulis dengan melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar kita. Belajarlah untuk menangkapnya. Bagaimana? Dengarlah, lalu tuliskan. Mungkin, inilah sebab mengapa banyak penulis sukses yang kadang menanti hening untuk menulis. Bisa jadi mereka ingin menyimak suara-suara. Sebuah tulisan yang ditulis dengan indra pendengaran akan terasa lebih berbunyi, lebih bersuara. Selain itu, penulis juga bisa berkreasi dengan membuat hal-hal yang biasanya tak terdengar menjadi terdengar.
Contoh
Derum kejahatan yang mendekat terasa begitu kencang. Udara hening, tetapi terasa berat oleh jerit keputusasaan yang dikumandangkan bebatuan, sebuah keputusan yang menghakimiku untuk tak lagi merinduimu
Acap kali dalam menulis kita hanya melibatkan otak kita sebagai muara untuk berpikir tanpa kita dengar, tanpa kita rasa, tanpa kita raba, jika terkadang sesuatu di pelupuk mata bisa menjadi rongga untuk mencumbu tulisan kita. Mengapa kita selalu melihat kursi yang kita duduki dengan pandangan yang begitu sederhana? Sesekali buatlah ia mempesona dan anggun.
Di atas kursi ini, aku pernah memeluk ratapan bagaimana menungguimu dengan sebuah doa takdim.
Sahabat dalam suka, namun kadang merobek jiwa. Tetap saja sahabat yang menanti dekapan erat saat tinta dunia menggores tak terperikan. Sahabat relung hati terhampar luas saat aku membutuhkan pundaknya. Tetaplah bercahaya dalam kegelapan. Wajahmu terkadang siap menerkam, tapi sayangmu menghujam tajam.
Tampak wajah-wajah lugu tanpa dosa di lorong asrama dengan lampu redup redam membawa kitab kuning di pergelangan tangan.
Malam ini memancarkan cahaya harapan. Sekian lama kelam tanpa aroma kasturi. Bau kemenyan dan dupa berangsur menghilang. Sirna terhapus oleh hadirmu
Malam ini ku tercenung
Membaca kalimat demi kalimat yang mendayu menyejukkan hati.
Seakan tak kuasa beranjak dari layar kasih penuh makna
Terimakasih sahabatku yang telah memberi ilmu di malam syahdu ini
Memanah Bintang
Karya Rismalasari
Alhamdulilah paparan narasumber sangat menginspirasi bagi kami untuk menulis lebih baik dan bermanfaat untuk lebih baik lagi.
Salam literasi.
Komentar
Posting Komentar